Suatu saatnya tiba

Sampai saat ini saya tidak tahu bagian tubuh mana yang terasa sakit, karena hati saya sudah tidak bisa lagi merasakan rasa sakit mungkin karena sudah biasa hampir setiap saat rasa sakit itu selalu ada, dan hati saya etah masih ada ataupun kita karena yang saya tahu semuanya sudah hancur lebur.
Saya tau perjuangan saya tidak mudah menjadi seperti sekarang, bahkan untuk lulus masa SLTA saja karena kakak, orang tua semuanya hanya lulusan Sd.
Tetapi saya punya tekad yang kuat, saya punya mimpi, saya punya cita-cita, saya punya tanggung jawab.
Ibu, semenjak 7 tahun yang lalu sampai saat ini saya tidak pernah merasakan lagi kehadiran dirimu dalam hidupku, meskipun setiap saat engkau selalu ada disampingku. Saya ingin ibu yang dulu sebelum menjadi sekarang.

Andai bapak & ibu tahu seperti apa beratnya perjuangan saya menjadi seperti sekarang. Ayah terimakasih karena sampai saat ini masih bertahan, meskipun saya tahu ayah banyak kesempatan untuk pergi meninggalkan kami. Mungkin jikalau ayah sudah pergi dari dulu apakah aku masih ada didunia ini ataupun tidak.

Mungkin dengan ujian yang menimpa keluarga kita 7 tahun sampai saat ini Allah punya rahasia lain dibaliknya, melalui ujian ini saya belajar untuk mandiri dengan segala keterbatasan yang ada.

Ayah ibu, saya menulis ini setiap huruf demi huruf yang saya tulis dengan linangan air mata semoga suatu saat ayah & ibu maupun orang yang paling berharga dalam hidupku bisa membacanya.

Saya kuat untuk menghadapinya dimana setiap hari waktu awal masuk mts sampai dengan keluar ma saya pulang pergi berjalan kaki kurang lebih 4 kilo sendirian kesekolah untuk mengejar cita-cita saya ketika teman-teman yang lain bisa membawa kendaraan ke sekolah. Saya berusaha untuk membahagiakan kalian, bahkan ketika saya juara tingkat nasional apakah ayah & ibu pernah mengucapkan selamat kepada saya. meskipun saya tau itu doa-doa engkau ayah.

Untuk saat-saat ini saya kembali seperti dulu yang selalu mengurung diri dikamar, Tak apa saya mengorbankan cita-cita saya asal ibu bisa sembuh.

Ayah saya iri melihat teman-teman saya bisa masuk kedokteran, ke kampus favorit, meskipun saya sadar mereka lebih pantas dilihat dari sisi materi, keilmuan, saudara sedangkan saya hanya bermodalkan semangat saya.

Ayah ibu, tahukah kalian bahwa setiap hari saya selalu menangis disini, memikirkan nasib saya kedepannya. Saya ikhlas menunda mimpi saya untuk kuliah asalkan ibu sehat secara rohani, saya tidak ingin materi kalian meskipun itu tidak seberapa, tetapi saat-saat ini saya butuh penyemangat disaat saya merasa patah.

Komentar